11 Desember 2020

TEORI SOCIAL LEARNING-MARTIN SELIGMAN & WALTER MISCHEL

 

Oleh:

Alia Nanda Rumekti (19310410066)

Artikel ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Kepribadian II

Terima kasih kepada bapak FX. Wahyu Widiantoro, S. Psi., M. A., selaku dosen pembimbing mata kuliah


Assalamu’alaikum, Nans…

Semoga sehat selalu ya. Hari ini kita akan lanjut belajar bareng lagi tentang salah satu tokoh Psikologi, yaitu Martin Seligman dan Walter Mischel. Martin Seligman lahir pada 12 Agustus 1942. Seligman adalah pencetus Psikologi Positif, Nans. Dalam Psikologi Positif, Seligman fokus kepada pengkajian tentang kekuatan dan kebajikan yang bisa membuat seseorang atau sekelompok orang agar menjadi berhasil dalam hidup atau meraih tujuannya, sehingga ia menjadi bahagia. Teori ini bertujuan untuk menyembuhkan penyakit mental, mengembangkan potensi, dan membuat kehidupan manusia lebih bermakna.

            Pokok teori Psikologi Positif ini terletak pada authentic happiness atau kebahagiaan yang nyata. Menurut Seligman, kebahagiaan merupakan tujuan yang paling utama karena kebahagiaan dapat menjadi alternatif bukan haanya perilaku negatif, tapi juga penyakit jiwa. Nah, ada tigacara untuk Bahagia menurut Seligman nih, Nans:

1.       Pleasant life (Life of Enjoyment): memiliki hidup yang menyenangkan dan meraih kenikmatan sebanyak mungkin.

2.      Good life (Life of Engagement): memiliki keterlibatan dalam hubungan, pekerjaan, atau yang

3.      Meaningful life (Life of Contribution): memiliki semangat melayani, berkontribusi, dan bermanfaat untuk orang lain.

Psikologi Positif memandang manusia sebagai sosok yang positif. Sehingga manusia tidak hanya dipandang dari masalah psikologis yang dihadapinya, tetapi lebih penting jika dilihat dari well-being, fully function atau berfungsi penuh), dan Kesehatan mentalnya.

Sedangkan Walter Mischel lahir pada 22 Februari 1930 dan wafat pada 12 September 2018. Nah, Mischel ini teorinya hampir mirip-mirip sama Bandura, Nans. Menurutnya kepribadian dan tingkah laku manusia itu sebagian besar dipengaruhi oleh hasil peniruan terhadap perilaku orang lain. Selain itu, Mischel juga mencetuskan teori belajar kognitif.

Beberapa hal penting dari teori ini adalah:

1.      Sistem Kepribadian Kognitif-Afektif

Perilaku manusia umumnya dibentuk oleh dari sifat kepribadian yang stabil, termasuk sejumlah variabel personal.

2.      Disposisi

Terdiri dari disposisi personal dan disposisi kepribadian. Disposisi personal memiliki konsistensi sepanjang waktu tapi konsistensi antar situasi rendah. Sedangkan diposisi  kepribadian memiliki konsistensi yang relatif stabil untuk berinteraksi dengan unit kognitif-afektif untuk menghasilkan  suatu perilaku.

3.      Unit Kognitif-afektif

Unit kognitif-afektif adalah adalah seluruh aspek psikologis, sosial, dan fisiologis manusia yang menyebabkan terjadinya interaksi dengan lingkungan dengan pola yang stabil. Nah, unit ini terdiri dari:

a.       Strategi encoding: cara individu mengategorisasikan informasi yang diterima dari stimulus eksternal.

b.      Kompetensi dan Strategi Regulasi Diri:  kompetensi diri berkaitan dengan keyakinan atas apa yang dapat dilakukan individu. Individu juga menggunakan strategi regulasi diri untuk mengontrol perilaku mereka melalui tujuan dan konsekuensi bagi dirinya sendiri.

c.       Ekspektasi dan Keyakinan: menurut Mischel, perilaku individu bergantung pada ekspektasi dan keyakinan yang spesifik dari setiap perilaku yang berbeda-beda. Ekspektasi ada dua, yaitu perilaku-hasil dan stimulus-hasil. Menurut Mischel, ketidakkonsistenan perilaku adalah ketidakmampuan untuk memprediksi perilaku orang lain. Karena saat terjadi perilaku atau ketidakkonsistenan pada sifat-sifat kepribadian, dapat mengurangi keyakinan tentang bagaimana harus bersikap.

d.      Tujuan dan Nilai: Mischel mengartikan bahwa individu adalah pasif secara situasi namun aktif dan terarah pada tujuan-tujuannya. Karena tujuan, nilai, dan kompetensi adalah unit kognitif-afektif yang stabil.

e.       Respons Afekif: mencakup emosi, perasaan, dan reaksi fisiologis. Respon afektif ini  tidak bisa dilepaskan dari proses kognitif dan memengaruhi setiap unit kognitif-afektif lainnya.

Oke, ini dulu ya Nans. Semoga bermanfaat, thank you so much for reading dan see you on the next article.

Assalamu’alaikum… 



Daftar Pustaka:

Feist, J. &. (2011). Teori Kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika.

Sarmadi, S. (2008). Psikologi Positif. Yogyakarta: Titah Surga.

 

 

 


09 Desember 2020

TEORI STIMULUS RESPON-JOHN DOLLARD & NEAL E MILLER

 


Oleh:

Alia Nanda Rumekti (19310410066) 

Artikel ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Kepribadian II

Terima kasih kepada bapak FX. Wahyu Widiantoro, S. Psi., M. A., selaku dosen pembimbing mata kuliah


Assalamu’alaikum, Nans…

Semoga sehat selalu ya.

            Hari ini kita akan lanjut belajar bareng lagi tentang salah satu tokoh Psikologi, yaitu John Dollard dan Neal E. Miller. John Dollard lahir pada 29 Agustus 1900 dan wafat pada 8 Oktober 1980. Neal E. Miller lahir pada 3 Agustus 1909 dan wafat pada 3 Maret 2002. Kedua tokoh ini berkolaborasi dan melahirkan teori yang disebut teori stimulus-respon. Mereka beranggapan bahwa suatu kebiasaan adalah salah satu elemen dalam struktur kepribadian. Sehingga pembentukan kebiasaan sangat diperlukan dalam suatu proses belajar. Selain itu, dalam belajar seseorang perlu memiliki keinginan, melakukan proses pengerjaan, dan mendapatkan apa yang ia inginkan.

            Menurut Dollard dan Miller, ada 4 unsur penting dalam teori ini, yaitu:

1.      Drive (dorongan): stimulus yang memaksa individu untuk melakukan tindakan.

2.      Cue (isyarat): stimulus yang memberi pertunjuk perlunya dilakukan respon yang sesungguhnya.

3.      Response (respon): aktivitas yang dilakukan seseorang, namun harus terjadi terlebih dahulu sebelum dikaitkan dengan respon.

4.      Reinforcement (penguatan): penguatan adalah pereda dorongan atau drive reduction.

Lanjut bacanya ya Nans, dikit lagi kok :D

Dalam teori ini, motivasi dan dorongan sangat diperhatikan. Dorongan terdiri dari dorongan primer dan dorongan sekunder. Dorongan primer adalah dorongan yang muncul sebagai dorongan utama yang mendasari munculnya dorongan kedua. Dorongan primer ini misalnya lapar. Kemudian, dari rasa lapar tersebut muncul rasa cemas yang disebut dorongan sekunder atau kedua.

            Dalam teori ini juga mempercayai adanya generalisasi stimulus, dimana semakin mirip suatu stimulus, maka kemungkinan terjadinya perilaku tertentu akan semakin besar. Suatu reasoning juga sangat diperlukan untuk mengantisipasi respon agar lebih efektif. Selain itu, menurut Dollard dan Miller, Bahasa mampu menguatkan tingkah laku, menggambarkan konsekuensi yang akan datang, dan suatu konflik dapat membuat individu merespon segala sesuatu secara normal. Dollard dan Miller memandang ketidaksadaran menjadi 2 (dua), yaitu yang belum pernah dipelajari dan yang pernah dipelajari.

Nah, terakhir. Psikoterapi menurut Dollard dan Miller adalah menggunakan analisis belajar, seperti sublimasi, pembelajaran sistem  syaraf otonom, dan displacement.

Oke, ini dulu ya Nans. Semoga bermanfaat, thank you so much for reading dan see you on the next article.

Assalamu’alaikum…

 

Daftar Isi:

Alwisol. (2017). Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.

Feist, J. & Feist, G. J. (2011). Teori Kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika.

Sari, C. F. (2020). The Miracle of Thinking Big. Yogyakarta: Anak Hebat Indonesia.

Semiun, Y. (2020). Behavioristik: Teori-teori Kepribadian. Yogyakarta: Kanisius.

 

 

           

 

 

TEORI ANALISIS FAKTOR-HANS J. EYSENCK

 


Oleh:

Alia Nanda Rumekti (19310410066) 

Artikel ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Kepribadian II

Terima kasih kepada bapak FX. Wahyu Widiantoro, S. Psi., M. A., selaku dosen pembimbing mata kuliah

 

Assalamu’alaikum, Nans…

Semoga sehat selalu ya.

            Hari ini kita akan lanjut belajar bareng lagi tentang salah satu tokoh Psikologi, yaitu Hans J. Eysenck. Eysenck lahir pada 4 Maret 1916 dan wafat pada 4 September 1997. Teori Eysenck yaitu teori Analisis Faktor didasari oleh pemikirannya bahwa klasifikasi tingkah laku adalah hal yang paling menentukan dalam kepribadian manusia (Suryabrata, 2016). Sederhananya, Eysenck mmandng bahwa kpribadian berasal dari keturunan namun juga dipelajari dari lingkungan  (Alwisol, 2017).

            Nah, Eysenck punya 4 (empat) kriteria dalam mengidentifikasi faktor daan kriteria-kriteria ini dipengaruhi oleh keturunan atau genetika. Kriteria tersebut adalah terdapat bukti psikometrik, memiliki keterwarisan, masuk akal secara teoritis, dan harus memiliki relevansi sosial. Faktor kepribadian menurut Eysenck disusun dalam hierarki.

 


  1. Tipe: organisasi dalam individu secara umum.
  2. Trait: adalah adalah respon kebiasaan yang saling berhubungan dan cenderung ada pada setiap individu.
  3. Kebiasaan tingkah laku atau berpikir (habitual respon): sifatnya lebih umum daripada respon spesifik, dimana respon-respon dalam habitual respon terjadi berulang-ulang terjadi jika individu menghadapi kondisi atau situasi yang sejenis.
  4. Respon spesifik: sifatnya lebih khusus, dimana respon terjadi pada suatu keadaan atau kejadian tertentu.

Lanjut ya, Nans…

            Tipologi kepribadian menurut Eysenck ada 2 (dua), yaitu ekstravert dan introvert. Introvert memiliki kecenderungan untuk menunjukkan depresi dan ketakutan, sedangkan ekstravert memiliki kecenderungan untuk mengembangkan gejala histeria  (Pieter, 2010).

            Nah,  selain  2 (dua) tipe ini, Eysenck juga mengungkapkan bahwa ada 3 (tiga) tipe dimensi kepribadian yang lebih cenderung dipengaruhi oleh faktor keturunan daripada lingkungan, yaitu ekstraversi, neurosis, dan psikotis  (Feist, 2011). Ekstraversi adalah tipe yang memiliki kendali diri yang kuat terhadap rangsang dan trauma, sehingga ia lebih mampu menahan dan mengontrol dirinya. Kemudian neurotik adalah dimensi yang didalamnya terdiri dari orang normal hingga yang memiliki gejala neurosis. Terakhir adalah psikosis. Psikosis menurut Eysenck, terdiri atas 2 kategori yaitu tinggi dan rendah. Pada individu dengan psikosis tinggi, ia akan cenderung agresif dan kurang bahkan tidak bersahabat. Nah, sedangkan pada individu dengan psikosis yang rendah akan cenderung lebih ramah dan bersahabat.

 

Oke, ini dulu ya Nans. Semoga bermanfaat, thank you so much for reading dan see you on the next article.

Assalamu’alaikum…


Daftar Pustaka:

Alwisol. (2017). Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.

Feist, J. & Feist, G.  J. (2011). Teori Kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika.

Pieter, H. Z. (2010). Pengantar Psikologi Dalam Keperawatan. Jakarta: Kencana.

Suryabrata, S. (2016). Psikologi Kepribadian. Jakarta: Rajawali Pers.